Rabu, 08 Juni 2016

Akuntansi Forensik


Oleh Redaksi PLPK

Kalau mendengar kata forensik, biasanya yang ada dipikiran kita berkaitan dengan bidang kedokteran, yang dijadikan sebagai bahan (bukti) kesaksian saat terjadi sengketa di pengadilan. Forensik sendiri adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Akuntansi forensik pada awalnya digunakan untuk mengukur harta warisan dan untuk mengungkap kasus keuangan seperti korupsi. Skandal-skandal keuangan yang ada membuat hilangnya kepercayaan publik terhadap akuntan, padahal ilmu akuntansi sangat penting bagi perusahaan. Karena banyaknya kecurangan-kecurangan (fraud) yang terjadi menyebabkan akuntansi dipandang sebelah mata, sehingga para akuntan mencari jalan keluar dengan mengeluarkan akuntansi forensik. Di akuntansi forensik ini, data-data yang ada diolah lagi. Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat.

Tuanakotta (2010) mengeluarkan istilah-istilah sederhana tentang penyebab terjadinya kecurangan yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik.

1.    Tekanan (Pressure) yaitu dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan (fraud).
2.    Kesempatan (Opportunity) yaitu kecurangan terjadi karena internal kontrol yang kurang baik.
3.   Rasionalisasi (Rasionalitation) yaitu alasan pembenaran atas perbuatan kecurangan (fraud). Contohnya beralasan untuk membahagiakan keluarga.

 Sejarah Akuntansi Forensik di Indonesia

Akuntansi forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajaki kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.

Istilah akuntansi forensik kembali mencuat setelah keberhasilan Price waterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. 5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),  hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi badan tersebut. Inilah yang dimaksud dengan akuntansi forensik, akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif.

Hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia
.
Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia. Di Indonesia masih menyukai audit konvensional, karena masih banyak kecurangan-kecurangan seperti korupsi dan audit konvensional sudah dianggap cukup untuk menangi kecurangan-kecurangan yang ada.

Perbedaan akuntansi forensik dan audit konvesional

§  Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum.
§  Prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya.
§  Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).


Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah atau sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik. Perbedaan antara audit konvensional dan akuntansi forensik yaitu pada audit konvensional mengecek bukti fisik, seperti mengecek stock opname sedangkan akuntansi forensik diselidiki pola perilaku dan pola perilaku organisasinya.

1 comments:

  1. Terimakasih Sharingnya, sangat bermanfaat
    Untuk pembahasan mengenai, akuntansi forensik mungkin link berikut bisa menjadi tambahan referensi

    https://www.krishandsoftware.com/blog/1749/pengertian-akuntansi-forensik/

    BalasHapus