DISKAUN (Diskusi
Kajian Akuntansi)
Bersama Ibu Emillya U.A.
Gaffar SE., M.Si
Huru-hara
kenaikan BBM tentunya bukan lagi berita baru di negeri ini, dengan setiap isu yang mengiringinya selalu
tidak lepas dari aksi Pro dan Kontra terkait kebijakan ini. Terkadang kita
perlu mengamati berbagai aspek untuk memahami segala sisi, sehingga kita dapat
mencerna sisi negatif
dan positif dari kebijakan yang akan diterapkan tersebut. Seperti misalnya yang
diungkapkan oleh pemateri, Ibu
Emillya U.A. Gaffar SE., M.Si
yang merupakan salah satu dosen jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, yakni
dalam kebijakan ini kita harus mengenal yang namanya “lingkaran setan”
aktivitas yang dilaksanakan oleh beberapa pihak yang terkena dampak atau yang
melaksanakan dampak dari kebijakan ini. Dalam lingkaran ini kita akan mendapati
tiga pihak yang terlibat;
Pemerintah sebagai regulator, Pelaku Ekonomi sebagai salah satu produsen
kebutuhan masyarakat dan pihak masyarakat itu sendiri.
Dalam hal
ini, pemerintah
akan menaikkan harga BBM disebabkan oleh beberapa hal, salah satu faktor utamanya adalah bocornya
anggaran Negara untuk membiayai subsidi Bahan Bakar Minyak ini atau
dengan kata lain membengkaknya APBN.
Hal ini disepakati oleh akademisi terkait harus adanya kebijakan kenaikan harga
BBM saat ini untuk menyelamatkan anggaran Negara ditengah harga minyak dunia
yang sedang turun harganya.
Dari segi
pelaku ekonomi tentunya dengan menghadapi kebijakan ini, mereka bersiap-siap
untuk segera mempertimbangkan pula untuk menaikkan harga jual seiring dengan
naiknya harga pokok produksi. Hal ini cukup menarik bagi pengamat ekonomi,
pemateri menyampaikan ketertarikan beliau melalui beberapa statement yang
membuat mahasiswa sedikit “panas”, yakni mahasiswa begitu emosional ketika BBM
akan dinaikkan lewat aksi turun ke jalan sementara ketika tariff BBM
diturunkan mahasiswa tidak kembali turun ke jalan untuk menuntut
pemerintah kembali menstabilkan harga Bahan Pokok dipasar agar masyarakat kembali
merasakan keterjangkauan harga setelah mengalami kenaikan seiring dengan
naiknya harga BBM beberapa waktu sebelumnya.
Hal ini
begitu kontras, bahwa yang akan menjadi korban dan merasakan dampak dari
kebijakan ini adalah masyarakat. Kita tidak perlu berbicara tentang masyarakat
yang berdompet tebal atau yang memiliki rekening dengan jumlah banyak, kita
berbicara tentang masyarakat kecil yang cenderung tidak terlalu sering atau
secara langsung merasakan kenikmatan subsidi BBM, namun merekalah yang akan
merasakan efek domino dari kenaikan harga BBM. Langkah ini coba diantisipasi
oleh pemerintah dengan memberikan kebijakan BLSM (Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat) selama 5 bulan kepada masyarakat yang dirasa kurang mampu secara
ekonomi yang pendanaannya berasal dari Hutang Luar Negeri (pinjaman World
Bank).
Secara
ekonomi, memang benar hal ini akan berdampak positif bagi anggaran Negara,
namun apa benar kebijakan ini akan berdampak positif bagi kesejahteraan
masyarakat ? Belum tentu. Mari kita lihat beberapa tahun ke
belakang, seperti yang diiuraikan di atas bahwasanya naik turunnya harga BBM
bukan menjadi hal baru bagi Negara ini. Keefektifan kebijakan ini belum
dirasakan oleh masyarakat, hal ini terbukti tidak dapat menyelamatkan anggaran
Negara pada periode kenaikan harga BBM sebelumnya, dan justru ketika harga
sudah mulai stabil pemerintah justru menurunkan harga BBM menjelang pemilu
2009. Hal ini senada dengan survey yang dilaksanakan oleh LSN dimana 86,1% Masyarakat menyatakan
menolak kenaikan harga BBM, 12,4% Setuju dan 1,5% Tidak tahu, dan dari kalangan
yang setuju mayoritas terdiri dari kalangan menengah ke atas. Survey ini
dilaksanakan oleh LSN pada 1-10 Mei ’13 di seluruh provinsi dengan 1.230
responden berumur 17 tahun ke atas serta responden di bawah 17 tahun tapi sudah
menikah, tingkat kepercayaan hingga 95%
dan margin of Error 2,8%, metode perolehan data dengan teknik wawancara dengan
tatap muka. Secara garis besar alasan penolakan kebijakan ini di dasarkan pada
3 poin :
1.
Semakin
memberatkan Ekonomi Masyarakat dengan meningkatnya Harga Pokok.
2.
Tidak
akan menolong Kesehatan Fiskal sesuai rencana Pemerintah.
3.
Adanya
motif politik praktis (BLSM yang dulunya BLT tidak terbukti efektif mengatasi
permasalahan akibat kenaikan harga BBM).
Ada 3 hal yang menjadi syarat
agar BBM tidak naik menurut narasumber diskusi :
1.
Tidak
adanya kebocoran Anggaran
2.
Adanya
pengawasan ketat anggaran pemerintah
3.
Bantuan/Subsidi
harus TEPAT sasaran.
Lantas dari sudut pandang
mahasiswa apa yang harus kita lakukan? Terlepas dari Pro Kontra yang ada kita
sebagai mahasiswa sebaiknya memberi Pencerdasan kepada Masyarakat terkhusus
pada masyarakat bawah yang tidak mengerti apa itu politik dan sistem ekonomi, tetap ikut serta
dalam memberikan solusi cerdas dengan gencarnya memberikan propaganda bahwa
kita tidak boleh berjiwa miskin dan jangan mau terus-terusan diberi ikan tapi
kita harus bisa memperoleh kail untuk mencari ikan tersebut dan yang terakhir
tetaplah aktif mengawal kebijakan dan tetap berani menyuarakan aspirasi dari
masyarakat kecil, Kalau
bukan Mahasiswa, siapa lagi yang akan memperdulikan mereka ditengah “kurang”
perhatiannya pemerintah kita saat ini.
AGENT OF CHANGE, SOCIAL
CONTROL, IRON STOCK, MORAL FORCE & GUARDIAN OF VALUE!
PENDIDIKAN, PENELITIAN & PENGABDIAN
MASYARAKAT.
Muhammad Teguh Satria
Staff PLPK
(17 Juni
2013)
0 comments:
Posting Komentar