Minggu, 30 Juni 2013

Layakkah Kebijakan Kenaikan Harga BBM Direalisasikan ?



DISKAUN (Diskusi Kajian Akuntansi)
Bersama Ibu Emillya U.A. Gaffar SE., M.Si

Huru-hara kenaikan BBM tentunya bukan lagi berita baru di negeri ini, dengan setiap isu yang mengiringinya selalu tidak lepas dari aksi Pro dan Kontra terkait kebijakan ini. Terkadang kita perlu mengamati berbagai aspek untuk memahami segala sisi, sehingga kita dapat mencerna sisi negatif dan positif dari kebijakan yang akan diterapkan tersebut. Seperti misalnya yang diungkapkan oleh pemateri, Ibu Emillya U.A. Gaffar SE., M.Si yang merupakan salah satu dosen jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, yakni dalam kebijakan ini kita harus mengenal yang namanya “lingkaran setan” aktivitas yang dilaksanakan oleh beberapa pihak yang terkena dampak atau yang melaksanakan dampak dari kebijakan ini. Dalam lingkaran ini kita akan mendapati tiga pihak yang terlibat; Pemerintah sebagai regulator, Pelaku Ekonomi sebagai salah satu produsen kebutuhan masyarakat dan pihak masyarakat itu sendiri.
Dalam hal ini, pemerintah akan menaikkan harga BBM disebabkan oleh beberapa hal, salah satu faktor utamanya adalah bocornya anggaran Negara untuk membiayai subsidi Bahan Bakar Minyak ini atau dengan kata lain membengkaknya APBN. Hal ini disepakati oleh akademisi terkait harus adanya kebijakan kenaikan harga BBM saat ini untuk menyelamatkan anggaran Negara ditengah harga minyak dunia yang sedang turun harganya.
Dari segi pelaku ekonomi tentunya dengan menghadapi kebijakan ini, mereka bersiap-siap untuk segera mempertimbangkan pula untuk menaikkan harga jual seiring dengan naiknya harga pokok produksi. Hal ini cukup menarik bagi pengamat ekonomi, pemateri menyampaikan ketertarikan beliau melalui beberapa statement yang membuat mahasiswa sedikit “panas”, yakni mahasiswa begitu emosional ketika BBM akan dinaikkan lewat aksi turun ke jalan sementara ketika tariff BBM diturunkan  mahasiswa tidak  kembali turun ke jalan untuk menuntut pemerintah kembali menstabilkan harga Bahan Pokok dipasar agar masyarakat kembali merasakan keterjangkauan harga setelah mengalami kenaikan seiring dengan naiknya harga BBM beberapa waktu sebelumnya.
Hal ini begitu kontras, bahwa yang akan menjadi korban dan merasakan dampak dari kebijakan ini adalah masyarakat. Kita tidak perlu berbicara tentang masyarakat yang berdompet tebal atau yang memiliki rekening dengan jumlah banyak, kita berbicara tentang masyarakat kecil yang cenderung tidak terlalu sering atau secara langsung merasakan kenikmatan subsidi BBM, namun merekalah yang akan merasakan efek domino dari kenaikan harga BBM. Langkah ini coba diantisipasi oleh pemerintah dengan memberikan kebijakan BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) selama 5 bulan kepada masyarakat yang dirasa kurang mampu secara ekonomi yang pendanaannya berasal dari Hutang Luar Negeri (pinjaman World Bank).
Secara ekonomi, memang benar hal ini akan berdampak positif bagi anggaran Negara, namun apa benar kebijakan ini akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat  ? Belum tentu. Mari kita lihat beberapa tahun ke belakang, seperti yang diiuraikan di atas bahwasanya naik turunnya harga BBM bukan menjadi hal baru bagi Negara ini. Keefektifan kebijakan ini belum dirasakan oleh masyarakat, hal ini terbukti tidak dapat menyelamatkan anggaran Negara pada periode kenaikan harga BBM sebelumnya, dan justru ketika harga sudah mulai stabil pemerintah justru menurunkan harga BBM menjelang pemilu 2009. Hal ini senada dengan survey yang dilaksanakan oleh  LSN dimana 86,1% Masyarakat menyatakan menolak kenaikan harga BBM, 12,4% Setuju dan 1,5% Tidak tahu, dan dari kalangan yang setuju mayoritas terdiri dari kalangan menengah ke atas. Survey ini dilaksanakan oleh LSN pada 1-10 Mei ’13 di seluruh provinsi dengan 1.230 responden berumur 17 tahun ke atas serta responden di bawah 17 tahun tapi sudah menikah, tingkat kepercayaan hingga 95% dan margin of Error 2,8%, metode perolehan data dengan teknik wawancara dengan tatap muka. Secara garis besar alasan penolakan kebijakan ini di dasarkan pada 3 poin :
1.       Semakin memberatkan Ekonomi Masyarakat dengan meningkatnya Harga Pokok.
2.       Tidak akan menolong Kesehatan Fiskal sesuai rencana Pemerintah.
3.       Adanya motif politik praktis (BLSM yang dulunya BLT tidak terbukti efektif mengatasi permasalahan akibat kenaikan harga BBM).
Ada 3 hal yang menjadi syarat agar BBM tidak naik menurut narasumber diskusi :
1.       Tidak adanya kebocoran Anggaran
2.       Adanya pengawasan ketat anggaran pemerintah
3.       Bantuan/Subsidi harus TEPAT sasaran.
Lantas dari sudut pandang mahasiswa apa yang harus kita lakukan? Terlepas dari Pro Kontra yang ada kita sebagai mahasiswa sebaiknya memberi Pencerdasan kepada Masyarakat terkhusus pada masyarakat bawah yang tidak mengerti apa itu politik dan sistem ekonomi, tetap ikut serta dalam memberikan solusi cerdas dengan gencarnya memberikan propaganda bahwa kita tidak boleh berjiwa miskin dan jangan mau terus-terusan diberi ikan tapi kita harus bisa memperoleh kail untuk mencari ikan tersebut dan yang terakhir tetaplah aktif mengawal kebijakan dan tetap berani menyuarakan aspirasi dari masyarakat kecil, Kalau bukan Mahasiswa, siapa lagi yang akan memperdulikan mereka ditengah “kurang” perhatiannya pemerintah kita saat ini.


AGENT OF CHANGE, SOCIAL CONTROL, IRON STOCK, MORAL FORCE & GUARDIAN OF VALUE!

PENDIDIKAN, PENELITIAN & PENGABDIAN MASYARAKAT.
                           






Muhammad Teguh Satria
Staff PLPK
(17 Juni 2013)

0 comments:

Posting Komentar